Definisi Riba sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dan Syaikh Sayyid Sabiq
Artikel ini dibuat dengan niat sekedar untuk bikin inget buat yang lupe, mengingat yang saya lakukan saat ini adalah jual-beli Dinar Emas dan juga dalam beberapa artikel yang lalu ada disebutkan mengenai bunga pinjaman.
Artikel ini terdiri dari 2 bagian , yaitu :
1. Ringkasan dari terjemahan buku Ringkasan Fikih Lengkap bab Penjelasan Tentang Riba dan Hukumnya tulisan Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Cetakan I, Darul Falah Jakarta, 2005.
2. Ringkasan dari terjemahan buku Fiqih Sunnah bab Riba tulisan Syekh Sayyid Sabiq, Cetakan I, Pena Pundi Aksara Jakarta, 2006.
Ringkasan bab Penjelasan Tentang Riba dan Hukumnya tulisan Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan.
Pembahasan ini adalah pembahasan yang paling penting yaitu pembahasan tentang riba yang disepakati oleh syari’at agama apapun bahwa hukumnya adalah haram.
Riba menurut bahasa adalah tambahan. Menurut syari’at adalah tambahan pada sesuatu tertentu.
Riba dibagi menjadi dua macam : riba nasiah dan riba fadhl.
Riba nasiah berasal dari kata nas-un yang artinya mengakhirkan atau menunda. Riba jenis ini ada dua macam :
1. Mengubah hutang atas orang yang kesulitan. Jika tempo pengembalian utang itu tiba, pemilik harta berkata kepadanya, “Kau bayar atau kau tambah?” Jika dia melunasi, tidak ada penambahan; jika tidak dilunasi maka setiap bertambah waktu bertambah pula harta sehingga menjadi berlipat ganda menjadi tanggungan penghutang.
2. Kesepakatan dalam jual-beli dua jenis barang yang sama adanya tambahan ketika ditangguhkan kepemilikan mereka berdua atau kepemilikan salah satu dari keduanya. Misalnya, jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, korma dengan korma, garam dengan garam dan jual beli antara jenis yang sama sebagaimana yang telah disebutkan itu dengan kepemilikan yang ditangguhkan. Semua barang yang sama ilatnya dengan barang2 tsb diatas, maka berlaku hukum yang sama. Akan datang penjelasan tentang hal itu.
Riba al-fadhl diambil dari kata al-fadhl, yaitu tambahan pada salah satu dari dua pengganti. Syari’at telah melarangnya dalam enam (6) barang yaitu: emas, perak, gandum (yang bagus), gandum (bahan bir), korma dan garam jika salah satu dari barang2 ini dijual dengan barang semisalnya, haram mengadakan tambahan pada salah satunya. Para ulama sependapat akan hal tersebut. Hal itu berdasarkan hadits Ubadah bin Shamit Radhiallahu Anhu dengan derajat marfu’ :
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandun bagus dengan gandum bagus, gandum buruk dengan gandum buruk, korma dengan korma dan garam dengan garam; sejenis, sama dan langsung” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan pengharaman jual beli emas dengan emas dengan semua jenisnya, baik yang telah dicetak maupun yang tidak, jual beli perak dengan perak dengan segala jenisnya, kecuali sejenis, langsung dan sama. Juga jual beli gandum bagus dengan gandum bagus, gandum buruk dengan gandum buruk dan korma dengan korma sejenisnya. Jual beli garam dengan garam dengan sama, sejenis dan langsung.
Semua barang yang sama ilat-nya dengan semua barang ini diqiyaskan kepadanya.
Ilat pada emas dan perak adalah harga. Maka diqiyaskan kepada keduanya segala barang yang dijadikan patokan harga seperti uang kertas yang banyak digunakan pada zaman sekarang ini. Sehubungan dengan itu, haram mengadakan tambahan dalam jual beli barang itu dengan kesamaan jenis, yakni harus dikeluarkan dari satu negara.
Ilat pada sisa benda yang lain, yaitu gandum kualitas bagus, gandum kualitas buruk, korma dan garam adalah takaran dan timbangan dan semua itu adalah untuk dimakan. Maka, hukum mencakup semua barang yang memiliki kesamaan ilat dengan semua barang tsb diatas, yakni ditakar atau ditimbang dan untuk dimakan. Semua barang yang demikian itu haram dilakukan riba dengan memberikan kelebihan.
Jika kesamaan jenis bisa ditambahkan kepada ilat yang ada, seperti jual beli gandum dengan gandum yang sama, haram jika dengan tambahan dan dengan tempo.
Jika sama dalam ilat dan berbeda dalam jenis, seperti jual beli gandum kualitas bagus dengan gandum kualitas buruk, haram dengan tempo dan diperbolehkan adanya tambahan. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“ Jika barang-barang itu berbeda, juallah sekehendak kalian semua jika secara langsung.” (Diriwayatkan Muslim dan Abu Daud)
Makna sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam “secara langsung” adalah kepemilikan terjadi langsung di majelis sebelum penjual dan pembeli saling berpisah.
Kemudian harus kita ketahui bahwa tidak diperbolehkan jual beli sesuatu yang ditakar dengan benda yang sama, melainkan ditakar pula. Demikian pula yang ditimbang dengan barang yang sama, melainkan ditimbang pula. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Emas dengan emas ditimbang dengan ditimbang, perak dengan perak ditimbang dengan ditimbang, gandum bagus dengan gandum bagus ditakar dengan ditakar dan gandum buruk dengan gandum buruk ditakar dengan ditakar” (Ditakhrij Muslim dari hadits Abu Sa’id)
Kemudian, sharaf adalah menjual mata uang dengan mata uang; baik sejenis atau berbeda jenis; baik mata uang itu dari emas, atau dari perak atau uang kertas yang banyak dipergunakan di zaman sekarang ini. Maka semua itu diambil hukum emas dengan perak karena semua memiliki kesamaan dengan keduanya dalam ilat riba, yaitu harga :
- Jika mata uang dijual dengan sejenisnya seperti emas dengan emas, perak dengan perak atau uang kertas dengan sejenisnya, seperti dolar dengan sejenisnya atau uang kertas Saudi Arabia dengan sejenisnya, dengan demikian wajib ada kesamaan dalam ukuran dan kepemilikan di satu majelis.
- Jika mata uang dijual dengan mata uang yang berbeda jenis, seperti uang kertas Saudi Arabia dengan dolar Amerika, atau emas dengan perak, dengan demikian wajib satu hal, yaitu kepemilikan harus di satu majelis dan boleh adanya tambahan dalam nilai. Demikian pula jika perhiasan emas dijual dengan dirham perak atau uang kertas, kepemilikan harus dalam satu majelis. Demikian pula jika perhiasan dari perak dijual dengan emas, misalnya.
- Sedangkan jika perhiasan dari emas atau perak dijual dengan perhiasan atau mata uang sejenisnya, seperti perhiasan dari emas dijual dengan emas atau perhiasan dari perak dengan perak, wajib dua hal: kesamaan timbangan dan kepemilikan dalam satu majelis.
Ringkasan bab Riba tulisan Syekh Sayyid Sabiq
Secara etimologis, riba berarti ziyaadah ‘tambahan’. Maksudnya ialah tambahan atas modal, sedikit maupun banyak.
Riba diharamkan oleh semua agama samawi, karena dianggap sesuatu yang membahayakan menurut agama Yahudi, Nasrani dan Islam.
Namun, orang-orang Yahudi tidak melarang melakukan riba terhadap non Yahudi, seperti yang disebutkan dalam ayat 20 pasal 23 kitab Ulangan.
Semua agama samawi mengharamkan riba karena dapat mendatangkan kemudharatan besar sebagai berikut :
1. Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga menghilangkan saling tolong-menolong sesama manusia.
2. Riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta tanpa kerja keras, ,menjadi benalu yang tumbuh diatas hasil jerih payah orang lain.
3. Riba adalah salah satu bentuk penjajahan.
4. Islam mengajak manusia agar suka mendermakan hartanya kepada saudaranya yang membutuhkan.
Riba ada dua macam: 1) riba nasi’ah; 2) riba fadhal.
Riba nasi’ah ialah pertambahan bersyarat yang diterima oleh pemberi utang dari orang yang berutang karena penangguhan atas pembayaran. Jenis riba ini, diharamkan oleh Al-Qur’an, Sunnah dan ijma’ ulama.
Riba Fadhal ialah jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan pangan yang disertai tambahan. Jenis riba ini diharamkan karena termasuk perantara riba nasi’ah.
Dalam hadits Rasulullah disebutkan pengharaman untuk enam jenis barang dalam kaitannya dengan riba, yaitu : emas, perak, gandum, biji gandum, kurma dan garam.
Dari Abu Said, Rasulullah saw. Bersabda,
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum dan garam dengan garam sama banyak dan sama-sama diserahkan dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang menambahkan atau minta tambahan sungguh ia telah berbuat riba. Pengambil dan pemberi sama.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Keenam barang tersebut ini secara khusus disebutkan di dalam hadits karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Emas dan perak sebagai bahan pokok mata uang untuk standar nilai transaksi dan pertukaran. Keduanya sebagai standar harga dan nilai dalam menentukan harga barang-barang.
Adapun empat jenis lainnya sebagai bahan pangan pokok manusia. Jika terjadi riba pada jenis bahan pangan pokok tersebut akan berakibat fatal dalam kehidupan niaga publik. Oleh karena itu, syariat melarangnya sebagai rahmat guna melindungi kemaslahatan publik.
Berdasarkan hal diatas, sebab pengharaman emas dan perak karena kedudukannya sebagai penentuan nilai atau harga, sedang jenis lainnya karena sebagai bahan pokok pangan. Apabila ada sebab yang sama pada uang selain emas dan perak, maka dihukumkan sama. Barang tersebut tidak boleh dijual kecuali jumlahnya sama dan dari tangan ke tangan (tunai).
Begitu juga halnya pada jenis makanan selain garam, kurma dan garam, hukumnya tidak boleh dijual kecuali jumlahnya setara dan dari tangan ke tangan.
Jika suatu pertukaran barang sama jenis dan sebabnya, maka diharamkan kelebihan dan penundaan pembayaran. Dalam transaksi jual beli emas dengan emas atau gandum dengan gandum, ada dua syarat yang harus dipenuhi agar jual beli hukumnya sah, yaitu sbb :
1. Persamaan kuantitas (jumlah) tanpa memperhatikan baik dan jelek.
2. Tidak boleh menangguhkan salah satu barang dalam penyerahan, bahkan diharuskan sesegera mungkin.
Apabila barang yang dipertukarkan berbeda jenis barangnya dan sama dari segi illat, maka kelebihan dihalalkan, namun diharamkan penangguhannya. Apabila emas dibeli dengan perak atau biji gandum dengan gandum, disyaratkan kesegaran (kualitas). Tidak disyaratkan sama dalam kuantitas (jumlah) tetapi dibolehkan kelebihan.
Apabila suatu barang yang ditukarkan berbeda jenis dan illat nya, maka tidak disyaratkan apa-apa, baik kelebihan ataupun penangguhan. Contoh, barang pangan dijual dengan perak, maka kelebihan dan penangguhan dihalalkan, begitu juga mempertukarkan satu helai baju dengan dua helai baju atau sebuah bejana dengan dua buah bejana.
Jadi, semua barang selain emas, perak, makanan dan minuman tidak diberlakukan riba, baik pertukaran secara kelebihan (tafadhul) dan penangguhan (nasi’ah) dan juga dibolehkan penyerahannya secara terpisah.
8:06 PM
|
Labels:
Personal View
|
This entry was posted on 8:06 PM
and is filed under
Personal View
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
1 comments:
jadi prospeknya bagaimana pak?? beri penjelasannya.. http://standarpenilaian.blogspot.com/
Post a Comment