Bagi yang berminat untuk membeli Dinar Emas/Dirham Perak atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya,
Hafidz Iskandar di nomor telepon 0813 - 114 22 801
Jam kerja : Senin - Jumat (kecuali hari libur) 08.00 WIB - 16.00 WIB

Aspek Perpajakan Investasi Dinar Emas dan Dirham Perak

Menjelang tanggal 31 Maret bagi orang pribadi yang berpenghasilan lumayan, selalu ada tambahan kerjaan. Apalagi kalau bukan mengisi SPT Pajak Penghasilan Orang Pribadi !. Apakah mengisi SPT PPh OP membuat kita jadi senang atau “sebel” ( baca: senang betul) ?. Agar dapat mengurangi tingkat ke”sebel”an , artikel ini saya buat untuk membantu pemilik Dinar Emas maupun Dirham Perak dalam mengisi SPT-nya. Dari segi manapun, senang tidak senang,mau tidak mau, membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Hal ini sudah tidak bisa diperdebatkan lagi. Bekerja sebagai pegawai pajak adalah ibadah, itu yang masih bisa diperdebatkan.

Dalam mengisi SPT, pemilik Dinar Emas dan Dirham Perak mencantumkan jumlah seluruh Dinar / Dirhamnya dalam kolom jumlah harta pada Lampiran II Formulir 1770S Bagian A: Daftar Harta. Pada kolom tersebut isikan juga tahun perolehan dan nilai perolehan (harga Dinar/Dirham waktu beli) berdasarkan bukti pembelian. Bukti pembelian ini bisa dalam bentuk bukti transfer bank dan/atau bukti penerimaan barang. Simpan bukti pembelian ini dengan baik karena akan digunakan untuk menghitung keuntungan atau kerugian penjualan Dinar/Dirham nantinya.

Dilihat dari kacamata perpajakan, seluruh bentuk dan macam penghasilan dikenakan pajak meskipun penghailan tersebut berasal dari hasil judi misalnya. Definisi Penghasilan menurut undang-undang perpajakan tepatnya menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomo 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (ringkasnya UU Pajak Penghasilan) adalah :

Pasal 4 ayat 1 :
“Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : ...”

Pasal 4 ayat 1 huruf d :
“d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:...”

Dari definisi diatas, keuntungan yang diperoleh pemilik Dinar/Dirham merupakan obyek pajak yang akan dikenai pajak.

Kapan keuntungan tersebut dikenai pajak? Pada setiap akhir tahun atau pada saat penjualan? UU PPh menganut asas realisasi yaitu pengenaan pajak dilakukan pada saat dilakukan penjualan Dinar/Dirham. Jadi apabila Bapak/Ibu memiliki Dinar/Dirham sejak tahun 2007 dan baru dijual tahun 2009, maka keuntungan atas penjualan Dinar/Dirham dilaporkan pada SPT tahun 2009. Sementara pada SPT 2007 dan SPT 2008, Bapak/Ibu tidak perlu melaporkan keuntungan dari investasi Dinar/Dirham walaupun harga Dinar/Dirham dari tahun ketahun naik terus. Dan juga Bapak/Ibu tidak perlu merubah harga perolehan Dinar/Dirham yang sudah dilaporkan dalam SPT 2007 dan SPT 2008. Intinya, bayar pajaknya kalau Dinar/dirham sudah dijual dan bila mendapatkan keuntungan.

Bagaimana seandainya bila kita menjual Dinar/Dirham diwaktu harga lagi turun sehingga kita mengalami kerugian? UU PPh mengatur masalah ini.

Pasal 6 ayat 1 UU No. 36/2008 menyatakan :
“ Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk :...”

Pasal 6 ayat 1 huruf d UU No. 36/2008 menyatakan :
“d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan;”

Jadi apabila pada saat kita menjual Dinar/Dirham mengalami kerugian maka kerugian tersebut dapat dijadikan biaya maksudnya kerugian yang kita derita dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan yang kita laporkan dalam SPT.

Pada uraian diatas terdapat beberapa istilah perpajakan yang mungkin masih asing. Agar dapat dipahami berikut definisi bebas dari istilah-istilah tersebut.

Obyek Pajak = Penghasilan (gaji, hasil kontrakan, komisi makelar tanah).

Wajib Pajak = Orang/perusahaan yang wajib bayar pajak. Untuk orang pribadi bila mempunyai penghasilan minimal lebih dari Rp 15.840.000,00 per tahun.

Penghasilan Kena Pajak = Semua penghasilan yang kena pajak menurut UU Perpajakan.

Semoga uraian singkat ini cukup jelas dan dapat membantu. Untuk penjelasan yang lebih rinci dapat menghubungi kantor pelayanan pajak kesayangan Bapak/Ibu.

0 comments:

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger